Sabtu, 28 September 2013

Manis Pahitnya Cinta

Putih dibalik kegelapan yang terhenti pada satu titik kelam, tersembunyi di bawah tebalnya  kabut senyum kebahagiaan setelah tangis.
Saat itu aku masih duduk di bangku SMP. Saat sedang asik melamun, tiba-tiba...
“Hayoo!!!” teriak Agista menyadarkanku dari lamunan.
Aku tak akan pernah lupa akan hari itu. Saat itu pertama kali sahabatku Agista atau yang biasa dipanggil Ita mengenalkanku dengan kakak sepupunya yang bernama Alvin Raditya Putra. Teman-temannya sering memanggilnya Adit.
“Eh Nan, waktu itu kamu pernah bilang ke aku kan kalau kamu belum punya pacar?” tanyanya.
“Iya, emangnya kenapa?” tanyaku kembali.
“Mau tidak, aku kenalkan dengan kakak sepupuku? Nih fotonya, ya orangnya lumayan lah,” sambungnya.
“Heemm gimana ya? Boleh-boleh, tapi jangan bohong ya,” sahutku dengan tersenyum.
“Iya-iya beres. Mana minta nomormu aja biar nanti aku kasih ke dia,” katanya sambil memaksa.
“Yee maksa!! Nih-nih catat 08564***** .”
Bel pulang sekolah sudah berbunyi, aku bergegas merapikan buku-bukukku dan bergegas pulang. Selang beberapa jam setelah sampai dirumah, aku masih terus penasaran dengan siapa aku akan dikenalkan oleh Agista. Aku memikirkan hal itu sambil melamun di depan teras rumah. Tiba-tiba lamunanku terpecahkan oleh suara handphoneku yang berdering tepat dipangkuanku.
“Haloo, maaf ini siapa ya?” sapaku. “Haloo, siapa ya? Jangan bercanda deeh, kalau tidak mau bicara aku tutup teleponnya lho,”  kataku dengan suara yang jengkel akibat si penelpon tidak mau berbicara. Akan tetapi, tiba-tiba penelepon itu menjawab.
“Eh...eh, jangan ditutup dong. Hehe, jutek banget sih?” katanya.
“Suruh siapa nggak nyahut? Sorry Anda siapa ya? Dapat nomorku dari mana?” tanyaku sinis seperti biasanya terhadap nomor baru yang sering iseng.
“Salam kenal ya, aku Adit. Tadi aku diberi nomor telepon kamu dari adik sepupuku” jawabnya.
Tiba-tiba aku teringat kejadian di sekolah tadi dan langsung mengetahui siapa dia.
“Oh kamu kakak sepupunya Ita yang tadi di sekolah katanya mau dikenalin ke aku?”
“Iya, boleh kan mengenal kamu lebih dekat?” katanya lagi.
Kami berbincang-bincang lumayan lama melalui telepon, saling mengenal dan hari demi hari semakin akrab dan semakin akrab saja. Namanya Alvin Raditya Putra, dia duduk di bangku SMA. Dari mulai bertemu, date, dan lain-lain sudah kita jalani. Setelah kenal lama, Adit mengajakku dinner di suatu tempat yang indah dan penuh nuansa romantis. Di tengah perbincangan, tanpa sengaja kami saling bertatapan. Kami terhenti sejenak tanpa suara. Karena takut dia curiga dan tahu perasaanku, aku pun melepas tatapanku. Tak lama, dia mengucapkan kata-kata romantis dan memintaku untuk menjadi kekasihnya.
“Sayang, dari hari ke hari aku perhatiin,  kamu tambah cantik saja deh.”
Aku terkejut lataran dia memanggilku dengan sebutan sayang.
“Eh...em, enggak ah biasa aja. Dari dulu ya kaya gini-gini aja, gombal kamu,” sangkalku karena malu.
“Aku serius lagi. Boleh nggak aku ngomong jujur?” katanya sambil menatapku.
“Boleh, ngomong saja,” jawabku.
“Dari pertama kita kenal, kita ketemu, kita jalan bareng, ngobrol-ngobrol dan lain sebagainya, aku ngrasa nyambung banget sama kamu, dan aku ngrasa nyamaan banget saat ada di samping kamu, dan benih cinta itu semakin hari semakin tumbuh dan terus tumbuh. Kamu mau nggak jadi pacarku?” katanya.
Dengan perasaan campur aduk, deg-degan, kaget, senang, dan bingung.
“Em, a-ku, a-aku juga ngrasain hal yang sama seperti yang kamu rasakan. Tapi, apa kamu bisa dan mau menerima aku apa adanya?”
“Aku janji aku nggak bakal ngecewain kamu. Apapun yang akan terjadi kepadamu, insyaallah aku akan terus ada di samping kamu,” jawabnya lagi.
“Ya sudah, aku terima kamu jadi pacarku. Kita jalani saja dulu,” sahutku dengan senyum bahagia.
Saat itu tanggal 25 Januari 2010 tepat pada tanggal itu kami  resmi pacaran, ya seperti layaknya orang pacaran aja. Waktu berlalu, usia pacaranku dan Adit berjalan hampir satu setengah tahun. Kini aku sudah duduk di bangku SMA, Adit lulus SMA, ya dibilang baru awal serius. Aku pun juga sudah mengenal baik keluarganya, terutama ibunya. Aku juga sudah bisa mengubah semua sifat-sifat negatifnya.
Lambat laun, aku merasakan ada yang berubah dari sikap Adit. Karena penasaran, aku datangi rumahnya bersama sahabatku, Ita. Setelah sekitar 26 menit, kami sampai di rumahnya. Bukan Adit yang kami temui, melainkan Ibunya. Kemudian aku ceritakan semua kepada Ibu.
“Nak, kamu yang sabar saat menghadapi sikap Adit,” tanggapan dari Ibu.
“Kenapa Bu, ada apa?”
“Adit sakit keras nak.”
“Kok dia tidak cerita sama saya?”
“Katanya dia tidak mau membuat nak Nanda sedih. Dia sakit gara-gara temannya yang usil, memberinya minuman keras yang seperti air putih,” kata ibu sambil menangis.
“Lalu, sekarang dia di mana Bu?” kataku dengan menangis.
“Dia diajak berobat abah ke Solo nak, tepatnya di Rumah Sakit Yarsis. Ibu disuruh abah untuk di rumah, karena Adit tahu kalau nak Nanda bakalan ke sini,” jelas ibu.
“Bu, mau nggak Ibu besok mengantar Nanda bertemu dengn Adit?” pintaku.
“Iya nak.”
“Ya sudah, Nanda pulang dulu ya Bu, besok Nanda ke sini jam sebelas. Assallamualaikum.”
“Waallaikumsallam. Hati-hati dijalan ya nak”
Setelah itu aku dan Ita pulang ke rumah. Keesokan harinya jam setengah sepuluh aku berangkat menuju rumah Adit seperti perjanjian sebelumnya. Setelah sampai, aku lihat ibu sudah menungguku di depan rumah bersama Abah.
“Nak kita berangkat sama Abah saja ya, naik mobil,” kata ibu.
“Iya Bu.”
Sekitar dua jam tiga puluh menit kami sampai di Rumah Sakit. Sesampainya di kamar tempat Adit dirawat, aku tak kuasa menahan tangis melihat kondisi Adit yang terbaring lemah, aku langsung memeluknya. Aku tunggu dia sampai dia bangun, sampai-sampai aku tertidur. Tiba-tiba aku rasakan ada tangan yang menyentuh tanganku, aku pun terbangun. Aku lihat Adit sudah terbangun dari mimpi indahnya.
“Pesek, kok kamu ada di sini?” tanya Adit.
“Sayang, kamu jahat, kenapa kamu tidak cerita tentang semua ini?” tanyaku dengan penuh kekhawatiran.
“Maaf  ya sayang, aku nggak mau buat kamu sedih. Aku cuma pengen lihat kamu senyum tiap aku lihat kamu,”  jelas Adit.
“Tapi sayang, tetap saja kamu harus cerita, aku khawatir. Aku takut kamu kenapa-kenapa. Benarkan firasatku kalau ada apa-apa dengan kamu?”
“Udah sayang, aku nggak apa-apa kok. Kata dokter besok sudah boleh pulang.”
“Ya sudah aku di sini sampe besok kamu pulang ya?” jawabku tersenyum dalam tangisan.
“Iya sayang, jangan nangis dong, tambah nggak kelihatan tuh hidung kamu kalau nangis,” canda Adit.
“Iih sayang  jelek.”
Keesokan harinya kami semua berkemas-kemas untuk kembali ke rumah. Sekitar pukul 10.30 WIB kami cek out dari Rumah Sakit dan pukul 13.24 WIB kami sampai rumah, kemudian aku pamit pulang karena esok sudah harus sekolah.
“Adit, Ibu, Abah, Nanda pamit ya, besok Nanda sudah sekolah.”
“Iya nak,” jawab ibu dan abah.
Adit mengantarku sampai depan rumahnya.
“Yakin sayang nggak mau dianter?”  tanya Adit.
“Enggak lah sayang, kan aku udah gede, yang penting pacarku yang paling nyebelin ini sembuh duluu,” kataku sambil mencubit hidungnya.
“Ya udah, sayang hati-hati di jalan ya.”
“Iya sayang. Assallamualaikum.”
“Waallaikumsalam.”
Hari berjalan seperti biasanya, ya namanya pacaran ada saat senang, sedih, tawa, dan tangis. Penyakit Adit sering kali kambuh dan tak jarang dia masuk Rumah Sakit kembali. Aku coba untuk selalu telaten merawat Adit, meski sering juga kami bertengkar. Tetapi, stok sabarku masih banyak kok. Aku yakin senang dan sedih itu satu paket dan selalu datang bersamaan.
Hubungan kami masih berlangsung hingga saat ini.

Thank You For Read My Short Story



Karya: Ananda Eka Wardhani
Baca selengkapnya »

Kamis, 25 Juli 2013

Menulis Hasil Wawancara

Wawancara adalah percakapan antara dua orang, yaitu antara penanya dan yang ditanya sebagai penjawab. Wawancara (interview) adalah tanya jawab dengan seseorang untuk dimintai pendapatnya mengenai suatu hal. Dalam hal ini, seorang yang diwawancarai disebut narasumber dan yang mewawancarai disebut pewawancara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal, untuk dimuat dalam surat kabar, disiarkan melalui radio, atau ditayangkan di televisi.

Persiapan yang dilakukan dalam kegiatan wawancara
  • Menghubungi orang yang akan diwawancarai (perjanjian tempat, waktu, dan topik masalah).
  • Pelajari topik permasalah secara detail, sehingga Anda dapat membuat pertanyaan-pertanyaan yang baik.
  • Persiapkan daftar pertanyaan yang sesuai dengan pokok-pokok masalah yang akan ditanyakan dalam wawancara pertanyaan berupa 5W+1H
  • Berikan kesan yang baik.
  • Perhatikan cara berpakaian, gaya bicara, dan sikap agar menimbulkan kesan yang simpatik.
  • Persiapkan “senjata” wawancara.

Kegiatan dalam wawancara
  1. Pendahuluan. Menciptakan suasana yang menyenangkan (kesan pertama begitu menggoda). Jangan lupa menjelaskan identitas Anda dan maksud Anda.
  2. Tanya jawab
  • Mulai wawancara dengan pertanyaan yang ringan dan bersifat umum. Pendekatan dilakukan secara tidak langsung.
  • Sebutkan nama narasumber secara lengkap dan bawalah buku catatan, alat tulis, atau tape recorder saat melakukan wawancara.
  • Dengarkan pendapat dan informasi secara saksama, usahakan tidak menyela agar keterangan tidak terputus. Jangan meminta pengulangan jawaban dari narasumber.
  • Hindari pertanyaan yang berbelit-belit.
  • Harus tetap menjaga suasana agar tetap informatif.
  • Hindari pertanyaan yang menyinggung dan menyudutkan narasumber.
  • Jika melantur, maka narasumber diarahkan pada pembahasan masalah.
     3.  Penutup
  • Harus pandai mengambil simpulan, artinya tidak semua jawaban dicatat. Dapat juga Anda meminta narasumber untuk menyimpulkan masalah yang dibahas.
  • Mengakhiri perbincangan dengan ucapan terima kasih oleh penanya kepada penjawab atas kesediaannya untuk diwawancarai. Dapat ditambahi dengan permohonan maaf.
Menulis hasil wawancara
Lazimnya, hasil wawancara tidak ditulis secara kronologis. Hasil wawancara yang masih dalam bentuk tanya jawab sebaiknya diubah menjadi sebuah laporan yang menarik, yaitu dengan menggunakan kalimat langsung dan tidak langsung. Susunlah hasil wawancara dalam format berikut ini.
• Hari/tanggal            :
• Waktu                     :
• Tempat                    :
• Narasumber             :
• Pewawancara          :   
• Topik                       :
• Daftar pertanyaan   :
• Hasil wawancara    : (dalam bentuk paragraf)
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
Baca selengkapnya »

Senin, 01 April 2013

Kan Ada Remidi

Evaluasi adalah suatu proses atau kegiatan yang berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) sesuatu berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu. Untuk mengetahui kualitas tersebut digunakan suatu alat yaitu berupa tes atau dalam dunia pembelajaran sering disebut dengan ulangan. Tes dalam pembelajaran dilakukan secara berkala yang diantaranya berupa ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester.

Dalam pelaksanaan kurikulum saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menerapkan sistem pembelajaran tuntas. Itu artinya setiap Kompetensi Dasar (KD) harus mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan berdasarkan intake, daya dukung, dan kompleksitas KD. Secara wajar tentu saja terdapat beberapa siswa yang tidak dapat memenuhi KKM yang telah ditetapkan. Oleh karena itu ada sebuah cara yang harus dilakukan yaitu dengan mengadakan remidial pembelajaran. Kalau dalam bahasa kuliahan dulu pernah ada yang namanya Semester Pendek (SP).

Adanya remidial seolah memberikan nafas lega terhadap siswa-siswa yang masih mengalami ketidaktuntasan KD pada setiap mata pelajaran. Remidial dilakukan dengan cara mengadakan pembelajaran kembali berdasarkan kelemahan yang dialami siswa. Untuk mengetahui kelemahan KD pada setiap siswa dengan cara mengadakan analisis hasil ulangan. Setelah mengetahui kelemahannya, guru mengadakan pembelajaran ulang.

Mengadakan pembelajaran remidial sangat jarang dilakukan oleh guru walaupun ada beberapa siswa yang belum memenuhi KKM. Hal itu biasanya guru memberikan alasan karena sudah terlalu banyak tugas dengan berbagai administrasi pembelajaran. Selain itu para guru berpikir pembelajaran remidial membutuhkan waktu ekstra. Bila pembelajaran remidial dilakukan pada waktu reguler akan mengurangi cakupan materi yang dibahas. Sehingga tak jarang ditemukan guru yang hanya memberikan soal tes yang sudah digunakan untuk dikerjakan ulang. Mengerjakannya pun di rumah digunakan sebagai pekerjaan rumah (PR). Siswa yang sudah mengerjakan soal dengan serta merta dianggap memenuhi KKM. Hal itu dilakukan dengan dalaih agar tidak menyita waktu pembelajaran bagi siswa-siswa yang sudah tuntas belajar.

Fenomena memberikan remidial dengan menyuruh siswa mengerjakan soal tes yang telah dikerjakan akhirnya dijadikan kebiasaan. Situasi yang demikian dimanfaatkan dengan baik oleh siswa-siswa yang tidak mempunyai daya saing kuat dalam mengejar prestasi sehingga mereka cenderung meremehkan soal tes ulangan, baik ulangan harian, ulangan tengah semester, maupun ulangan akhir semester. Misalnya, waktu yang mengerjakan soal diberikan 90 menit, akhirnya dalam pikiran mereka mengandalkan remidial dan mereka berpikir, “Santai, kan ada remidial. Paling juga ikut remidial dianggap tuntas.” Anggapan semacam itu mengarahkan siswa mudah putus asa dalam mengerjakan soal sehingga mereka pasrah mengerjakan soal dengan tidak sungguh-sungguh dan 60 menit keluar. Kondisi semacam ini juga menimbulkan keraguan terhadap kualitas belajar siswa baik di sekolah ataupun di rumah.

Kondisi semacam ini harus segera diubah agar mindset siswa remdial pasti mengerjakan soal lebih mudah dan pasti tuntas berubah. Hal yang harus dilakukan adalah dengan memberikan remidial yang berbobot sama sehingga tujuan remidial dapat tercapai. Guru harus lebih rajin lagi dalam melakukan pembelajaran remidial, misalnya beberapa menit dalam waktu reguler dan memberikan tugas yang berbobot dan berkaitan dengan pembelajaran remidial. Guru tidak serta-merta menuntaskan siswa yang sudah ikut remidial sehingga guru juga dituntut untuk mengoreksi dengan sungguh-sungguh tes remidial yang dilakukan.

“Kan tidak masuk UN, Pak.”
Kalimat di atas pernah terlontar dari mulut siswa saat tes mata pelajaran non Ujian Nasional. Berdasarkan kalimat tersebut dapat dianalisis bahwa dengan adanya ujian nasional siswa memiliki kecenderungan mengabaikan mata pelajaran non UN. Mata pelajaran non UN dianggap kurang penting oleh beberapa siswa sehingga ketika mata pelajaran tersebut digunakan untuk tes, siswa mengabaikan. Siswa menganggap mata pelajaran non UN tidak menentukan kelulusan.

Memang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa anggapan tersebut sudah menjadi anggapan umum siswa-siswa. Anggapan demikian ada karena siswa sudah terlalu terbebani dengan berbagai tes yang dilakukan oleh sekolah baik itu tryout yang dilakukan berkali-kali, Ulangan Tengah Semester, dan Ujian Sekolah. Tak pelak siswa sudah mengalami kejenuhan dengan semua tes dan pemadatan materi yang dilakukan. Hal itu diperparah dengan sikap guru yang terkadang seolah memarginalkan mapel non UN dengan menambah jam pelajaran UN dan mengurangi jam pelajaran non UN. Sikap demikian dilakukan semata-mata agar siswa-siswanya dapat lulus seratus persen dalam UN.

Mata pelajaran non UN untuk kelas dua belas seolah-olah tidak mempunyai taji dalam hal kelulusan siswa. Hal tersebut tentu tidak hanya tes mapel tersebut yang tidak dianggap penting tetapi dalam proses pembelajarannya pun siswa akan mengganngap tidak penting. Hal yang demikian membuat kualitas pembelajaran dan tingkat ketuntasan pembelajarannya rendah. Jalan terakhir yang dilakukan jika demikian guru terpaksa “mengatrol” nilai tes, biarpun itu nilai ujian sekolah.

Fenomena siswa menganggap kurang pentingnya mapel non UN ini merupakan salah satu mengapa UN yang hanya mengeteskan beberapa mapel banyak yang tidak setuju. Sementara itu, jika semua mapel diteskan dalam UN siswa akan semakin terbebani. Permasalahan mengenai UN ini memang selalu muncul setiap tahun menjelang UN dilaksanakan.

Hal yang harus dilakukan agar siswa tidak menganggap enteng tes mapel non UN salah satunya menyadarkan kepada siswa bahwa semua mapel itu memiliki manfaat yang baik. Tes yang dilakukan untuk mapel non UN yang digunakan untuk penilaian Ujian Sekolah nilainya benar-benar murni. Hal ini dilakukan agar generasi kelas dua belas berikutnya dapat mengambil pelajaran yang berharga dari generasi sebelumnya tentang penilaian objektif setiap mapel. Pemerintah harus selalu mengkaji kebijakan tentang UN agar tidak selalu menimbulkan pro dan kontra. Guru sudah jenuh dengan kebijakan UN yang membuat “deg-degan” dan siswa juga sering senam jantung dengan adanya UN.

Boyolali, 31 Maret 2013
Baca selengkapnya »

 
Powered by Blogger