Posted by Candra Handoko on 15.15

Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono (lahir di Surakarta, 20 Maret 1940; umur 71 tahun) adalah seorang pujangga Indonesia terkemuka. Ia dikenal dari berbagai puisi-puisi yang menggunakan kata-kata sederhana, sehingga beberapa di antaranya sangat populer.
Riwayat Hidup
Masa mudanya dihabiskan di Surakarta (lulus SMP Negeri 2 Surakarta tahun 1955 dan SMA Negeri 2 Surakarta tahun 1958). Pada masa ini ia sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sejak tahun 1974 ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas...
Baca selengkapnya »
Posted by Candra Handoko on 23.06
Aku Ingin
Kartu Pos Bergambar Jembatan
Ketika Jari-Jarinya Terluka
Hutan
Pada Suatu Pagi
Sehabis Hujan
Metamorfosis
Ketika Kau tak Ada
Di Restoran
Akulah Si Telaga
Dalam Diriku
Dalam Sakit
Hujan Bulan Juni
Hujan dalam Komposisi 1
Jalak dan Daun Jambu
Jarak
Ketika Kau
Kuhentikan Hujan
Noktu...
Baca selengkapnya »
Posted by Candra Handoko on 22.07
Indahnya mentari
tak selamanya bersinar
Indahnya rembulan
tak selamanya menerangi malam
Indahnya pelangi
tak selamanya memberi warna dalam hidup
Rintikan hujan pun
tak selamanya menahan di satu tempat
Indahnya cinta
tak selamanya merasa bahagia
Indahnya kasih sayang
terkadang menyisakan luka
Tapi indahnya persahapatan
kan selamanya bermakna dan kekal abadi
Karya: Dian Choerun N...
Baca selengkapnya »
Posted by Candra Handoko on 22.13

Hari ini hari pertama aku dan keluargaku menempati rumah baru, yang sebenarnya adalah rumah tua yang mirip seperti bangunan model rumah kuno, bahkan segala segala macam isinya pun merupakan peninggalan zaman kuno. Kami hanya bawa sedikit barang dari tempat tinggal yang dulu karena kata ayah, di rumah yang baru sudah tersedia perabot rumah lengkap. Rumah model kuno ini memiliki halaman yang luas di depan maupun di belakang yang di tumbuhi rumput-rumput lebat. Pohon-pohon berumuran puluhan tahun pun ikut menghiasi rumah kuno ini. Tumbuh menjulang dengan akar-akar besar yang muncul di permukaan tanah. Cat dinding rumah ini sudah mulai mengelupas....
Baca selengkapnya »
Posted by Candra Handoko on 22.59
Khoja Mubarak seorang saudagar kaya di negeri yang bernama Ajam. Beliau mempunyai seorang anak yang bernama Khoja Maimun. Apabila cukup umurnya, Khoja Maimun telah dikahwinkan dengan Bibi Zainab.
Oleh kerana hampir kehabisan harta, Khoja Maimun bercadang untuk pergi belayar dan berniaga. Sebelum belayar, Khoja Maimun telah membeli dua ekor burung sebagai peneman isterinya sepeninggalan beliau pergi belayar. Seekor burung bayan dan seekor burung tiung. Apabila sampai masa hendak pergi belayar, Khoja Maimun berpesan kepada isterinya supaya sentiasa bermuafakat dengan burung-burung itu sebelum melakukan sesuatu perkara.
Sepeninggalan Khoja Maimun, Bibi Zainab yang tinggal sendiri berasa kesunyian. Semasa duduk termenung di tingkap, seorang putera raja lalu dihadapan rumahnya. Kedua-duanya saling...
Baca selengkapnya »
Posted by Candra Handoko on 22.43

Ketika semua ucap dan perintah tak lagi diacuhkan
Bualanku kosong anggapan angin lalu
Indera pun tlah rapat tak bercelah
Berpaling bagai binatang bertanduk yang pasrah
Aku pun muak dan ingin berontak padanya
Merobek, membungkam, dan meredam omelannya
Lelah ku berjalan terkadang ku ingin berhenti
Tetapi ku mencintainya hingga ku trus berjalan
Sampai detik ini, sampai menit ini, sampai jam ini, sampai hari ini
Tapi ku tak tahu esok
Dengarlah tulisanku ini merintih
Meminta kau tuk diam! Sejenak, sesaat saja
Kebisingan ini yang membuatku lelah dan ingin pasrah
Aku pun tak mau tahu
Karna ku tlah memberi tahu
Aku pun tak mau tahu
Karna kau tak...
Baca selengkapnya »