Sabtu, 29 Oktober 2011

Paragraf Narasi

A. Pengertian
Sebenarnya telah kita ketahui seperti apa jenis paragraf ini, hanya saja kita tidak menyadari bahwa paragraf yang dibaca adalah berjenis narasi. Paragraf narasi lebih mudahnya adalah paragraf yang isinya berupa cerita. Paragraf narasi adalah paragraf yang menceritakan suatu peristiwa berdasarkan urutan waktu (kronologis). Dari pengertian ini jelas bahwa paragraf narasi adalah paragraf yang isinya cerita. Paragraf ini misalnya terdapat di cerpen, novel, legenda, dongeng, dan lain-lain.


B. Ciri-ciri Paragraf Narasi
Kita dapat mengenali paragraf narasi dengan mudah jika kita mampu menganalisis suatu paragraf dengan benar. Suatu paragraf dapat dikatakan sebagai paragraf narasi apabila
1. Paragraf tersebut berusaha menceritakan suatu kejadian
2. Peristiwa yang diceritakan disusun berdasarkan urutan waktu (kronologis)
3. Terdapat tokoh cerita
4. Dapat ditemukan seting
5. Terdapat alur cerita

C. Jenis-jenis Paragraf Narasi
Berdasarkan nyata tidaknya cerita, maka paragraf narasi dibedakan menjadi dua yaitu paragraf narasi nonfiksi dan paragraf narasi fiksi.
=> Paragraf narasi nonfiksi adalah paragraf narasi yang isinya cerita yang sebenarnya atau cerita nyata. Contohnya berita yang menceritakan suatu kejadian, biografi, dan autobiografi.
=> Paragraf narasi fiksi adalah paragraf narasi yang isinya adalah cerita khayal atau rekaan. Narasi fiksi dapat ditemukan pada karangan cerpen, novel, legenda, fabel, dan lain-lain.
Pembagian paragraf narasi juga dapat didasarkan pada sifat paragraf narasi tersebut. Pembagian berdasarkan itu ada dua yaitu paragraf narasi sugestif dan paragraf narasi ekspositoris.
=> Paragraf narasi sugestif adalah paragraf narasi yang bersifat menimbulkan dapaya khayal atau daya bayang pada pikiran pembaca. Jenis ini sering terdapat di jenis karangan prosa.
=> Paragraf narasi ekspositoris adalah paragraf narasi yang bersifat memberikan informasi kepada pembaca. Misalnya terdapat di karangan jenis berita, biografi, dan autobiografi.

D. Contoh-contoh Paragraf Narasi

Contoh paragraf narasi


Tiba-tiba ia tertegun. Di sana, sayup-sayup dari jauh, di arah seberang kali sebelah timur, terdengar suara jeritan orang. Tetapi selintas saja, jeritan diputuskan oleh sebuah letusan yang sangat hebat … kemudian hening seketika. Desingan yang banyak mulai reda, tinggal satu-satu letusan di sana sini. Warsinah menegakkan kepala, matanya mulai liar, badannya dihadapkan ke timur, ke arah jeritan datang, kemudian membalik menghadap ke barat, tegak bertolak pinggang, lalu lari, lari menurutkan jalan rel, lari kencang sambil berkomat-kamit. Dari komat-kamit mulutnya keluar lagi perkataan seperti biasa, tiada berujung tiada berpangkal: …. si bengis lagi, si ganas lagi …. dan ia lari terus, lari lepas bagai selancar saja, tiada kaku kukunya. Dan ketika sampai di jalan pertemuan antara jalan kereta dan jalan raya, ia berhenti sebentar, seolah-olah berpikir, kemudian ia berbelok menurutkan jalan raya. Dari jauh dalam pandangan kabur sambil berlari, ia melihat benda bergerak, berderet sepanjang jalan, tetapi sebelum ia tahu benar apa yang dilihatnya, sebuah peluru datang menyongsong, tepat menembus tulang dadanya. Warsinah terpelanting, jatuh tersungkur di tengah jalan. Sebentar berontak merentak-rentak, mengerang, menyumpah-nyumpah, terhambur pula sumpah serapahnya: si bengis lagi, si ganas lagi, hitam, kejam … rupanya dalam ia bergelut mempertahankan hidupnya dengan sakaratul maut, kebenciannya kepada si hitam kejam, si bengisganasnya, masih sanggup mengatasi renggutan tangan Malaikat pengambil nyawa yang akan menceraikan rohnya dengan badan kasarnya. Kemudian lemah tak berdaya …Warsinah yang sebentar ini masih menjadi kerangka hidup, kini benar-benar sudah menjadi kerangka mati. Mati terhampar di tengah jalan, tiada dihiraukan orang, tidak ada yang menangis meratapi. Ia meninggal sebagai pahlawan yang dapat dibanggakan oleh bangsa, tiada sebagai kurban pembela kemerdekaan. Ia mati hanya sebagai kurban kebuasan, salah satu kurban dari sekian banyaknya. Ia mati karena nasibnya, demikian sudah menurut suratan tangan, ya, ia mati karena kehendak Ilahi.

H.B Yasin, Gema Tanah Air, Jilid 1, hal. 158-159

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger